Cerita Pasangan Lulusan Harvard-Carnegie Mellon Tekuni Minat & Karier

Estimated read time 5 min read

Cerita Pasangan Lulusan Harvard – Pasangan berprestasi Indah Shafira Zata Dini dan Ardya Dipta Nandaviri dikenal sebagai lulusan S2 di luar negeri yang menekuni minatnya hingga pendidikan tinggi. Bagaimana kisah keduanya merencanakan pendidikan tinggi dan karier dengan cita-cita yang berubah dan berkembang sejak di bangku sekolah?
Indah, lulusan S2 International Education Policy, Harvard University, menuturkan semula punya minat di bidang teknik saat SMP. Kesukaannya pada mata pelajaran matematika dan fisika mendorong perempuan asal Lampung ini mendaftar ke Institut Teknologi Bandung (ITB), tetapi tidak lolos. Di sisi lain, Indah di masa SMA juga aktif dalam kegiatan debat, Model United Nations (MUN). Ia pun menjadi siswa pertukaran ke Amerika Serikat dalam program Youth Exchange & Study (YES).

“Aku berasal dan tumbuh besar di Lampung sampai SMP, lalu SMA ke pulau Jawa. Ini membuka peluang dan akses ke program yang aku nggak dapat saat di Lampung,” tuturnya dalam festival bimbingan belajar siswa CoLearn Smart Fest 2023 di Binus University, Kampus Anggrek, Jakarta, Sabtu (24/6/2023).

Minatnya pada isu politik hingga konflik internasional mengantarkannya diterima di S1 International Relations di Ritsumeikan Asia Pacific University (APU) Jepang. “Ini sangat berbeda dengan cita-citaku (saat SMP),” tuturnya.

Mengikuti Minat di Bidang Pendidikan

Di Jepang, peraih beasiswa Ando Momofuku Honor Prize ini juga menjadi pengajar anak usia dini sambil kuliah. Ia pun kemudian juga bekerja sebagai periset. Ketertarikan Indah pada kebijakan pendidikan, pengembangan profesi guru, dan pendidikan bagi pengungsi membuatnya ingin meneruskan studi lebih dalam tentang kebijakan pendidikan.

Mantap melanjutkan S2 di luar negeri, Indah pun diterima di S2 International Education Policy, Harvard University dengan beasiswa LPDP. Ilmu di perkuliahan salah satunya dituangkan lewat profesinya sebagai periset di World Bank Indonesia.

Lebih lanjut, ia pun merintis Seruni Montessori School di Duren Sawit, Jakarta Timur. Sambil menjadi periset, ia tengah studi Diploma Montessori di Sunshine Teacher Training untuk fokus ke pendidikan anak usia dini.

Membuat Life Plan sejak SMP

Indah bercerita, sejak SMP, ia membuat life plan sampai usia 50. Life plan kedua dan ketiga dibuat saat SMA dan saat lulus SMA. Baginya penting untuk memiliki perencanaan kendati berubah karena berbagai faktor.

“Aku kotak-kotakin rencanaku mau apa. Pada kenyataannya, berubah-berubah terus. It’s okay. Satu hal yang aku sadari, saat aku punya mimpi secara jangka panjang maupun jangka pendek, ini bantu aku menavigasi arah usahaku ke mana. Kendati di sepanjang perjalanan banyak hal terjadi, yang tidak sesuai plan aku, tetapi karena aku sudah punya beberapa opsi dan kebayang longterm-nya seperti apa, jujur aku sangat kebantu,” tuturnya.

“Setidaknya kita sudah punya blueprint rencana ke depannya bagaimana mau seperti apa, sehingga masih terarah,” imbuh Indah.

Agar tidak menyerah di tengah jalan, Indah mengatakan, penting untuk punya strong why atau motivasi yang kuat, baik untuk kebaikan orang yang lebih banyak maupun menyelesaikan masalah di bidang yang kita minati. Motivasi ini baginya penting untuk jadi penyemangat terus melangkah saat tengah jenuh atau terkendala.

Menggeluti Robotika-Ilmu Komputer

Dipta di TEDxITB membahas AI dan machine learning. Foto: TEDxITB
Dipta di TEDxITB membahas AI dan machine learning. Foto: TEDxITB

Sementara itu, Dipta tercatat sebagai lulusan S2 Robotics, School of Computer Science, Carnegie Mellon University. Ketika S1, mahasiswa Teknik Elektro ITB ini merupakan salah satu anggota angkatan pertama di unit kegiatan mahasiswa Unit Robotika ITB.

Tim Dipta kelak meraih juara nasional Kontes Robot Cerdas Indonesia (KRCI) 2009 dan Best Algorythm Award dengan karya robot pemadam kebakaran. Mereka menjadi perwakilan RI di kontes robot internasional di Trinity College, AS pada 2010.

Dipta menuturkan, minatnya pada robotika tumbuh sejak bermain tamiya dan menonton Doraemon semasa kecil. Kendati sempat terpikir untuk mengambil S1 Kedokteran Universitas Indonesia, ia pun memutuskan kuliah di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB.

Rampung S1, Dipta mengembangkan ilmunya di dunia kerja lewat perusahaan multinasional IBM selama 3 tahun sebagai IT Specialist. Ia kemudian lanjut mengejar ilmu robotika di S2 Robotics, School of Computer Science, Carnegie Mellon University

Sekembalinya ke Tanah Air, kebutuhan di bidang data science mendorong Dipta terjun sebagai data scientist. Salah satunya yakni sebagai Senior Data Scientist di Gojek, dan yang baru-baru ini sebagai Head of Data Science & Business Insights di Kalbe.

Memilih Prodi Kuliah

Dipta menuturkan, ia semula belum tahu mau jadi apa. Namun, ia merasa suka mencari tahu bagaimana sesuau bekerja dan ‘hidup’, di samping suka mata pelajaran matematika dan fisika.

Karena itu, ia tak ragu menyelami ilmunya di perguruan tinggi, bahkan hingga S2. Di sana, ia salah satunya terlibat dalam proyek membuat robot yang bisa diluncurkan ke bulan.

“Saya terinspirasi film Three Idiots, tokoh Ranchodas Syamaldas Chancad bilang ‘Just pursue excellence, success will follow.’ Ini menginspirasi saya sampai hari ini. Kalau suka sama sesuatu hal, oprek terus. Jika suka satu bidang, tekuni aja,” tutur Dipta.

Ia tak menampik sempat merasakan fear of missing out (FOMO) alias ketinggalan tren saat 20-30 teman sekelasnya di SMA 8 Jakarta ingin masuk S1 Kedokteran Universitas Indonesia. Namun, memastikan dirinya tak berminat, ia pun fokus pada bidang yang disuka.

“Saya nggak tertarik, tetapi kakak saya (kuliah) kedokteran. Melihat buku kakak saya, kok sama sekali enggak tertarik melihat anatomi seperti ini. Saya tanya kakak, ‘Mas ini hidung ada 20 jenis otot, harus dihafal semua?’ ‘Oh iya,’ katanya. Aku pastikan nggak daftar kedokteran,” tuturnya tertawa.

Engineer Robotika Jadi Data Scientist

Lulus CMU, Dipta sempat berkarier di AS selama sekitar 2 tahun. Ia pun kembali ke Indonesia menjadi data scientist.
Hide quoted text

“Peluangnya banyak di bidang machine learning, statistik: rupanya data science ini dibutuhkan. Jadilah saya memulai karier ini,” tuturnya.

Baginya, penting untuk seorang data scientist memiliki soft skill komunikasi dengan berempati, terutama dengan para pemangku kepentingan bisnis di perusahaan. Dengan begitu, tim data science dan bisnis dapat bersama-sama memecahkan masalah yang dihadapi.

Dipta bercerita, dalam menghadapi ratusan kandidat junior data science di perusahaan sebelumnya, hal yang cukup membedakan data scientist yang bagus adalah kemampuan berkomunikasinya dalam mengutarakan hasil pikiran.

“Kita sebagai data scientist akan solve business problem. Jadi harus sering tektokan sama tim bisnisnya. Bahasa mereka yang mungkin ekstroverts dengan introverts mungkin berbeda, jadi belajarlah komunikasi, empathetic sama business stakeholders kita, problem apa yg mau di-solve. Ngobrol,” pungkasnya.

BACA JUGA : Mengunjungi Tempat Elang-elang Cacat Karena Manusia di Bandung

Reporter : Trisna Wulandari
Credit : Detik.com

Anda Mungkin Juga Menyukainya

Lebih Banyak Dari Penulis

1 Comment

Add yours

+ Leave a Comment