Hilirisasi Bauksit Jadi Pilar Strategis Industri Mineral – Pemerintah terus memperkuat strategi hilirisasi sektor pertambangan dengan menjadikan bauksit sebagai komoditas kunci dalam meningkatkan nilai tambah mineral nasional.
Komitmen ini menjadi bagian dari pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara (Minerba). Yang mewajibkan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri sebelum komoditas tambang diekspor.
Di rektur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Tri Winarno. Menegaskan bahwa kebijakan larangan ekspor bijih bauksit yang berlaku sejak Juni 2023 bukan keputusan dadakan, melainkan bagian dari transisi panjang menuju industrialisasi.
“Larangan ekspor bukan hanya soal pendapatan negara, tapi strategi membangun kemandirian industri nasional. ” Ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR RI, di tulis Kamis (1/5/2025).
Tri menjelaskan bahwa Indonesia memiliki cadangan bauksit yang besar. Namun sejak larangan ekspor di berlakukan. Produksi bijih mengalami penurunan, dari 31,8 juta ton pada 2022 menjadi 19,8 juta ton di 2023 dan 16,8 juta ton pada 2024.
Meski demikian, pemerintah optimistis volume ini akan kembali naik seiring beroperasinya proyek-proyek pengolahan dan pemurnian baru.
Hilirisasi Bauksit Jadi Pilar ANTAM Perkuat Ekosistem Hilirisasi Terpadu
Salah satu pelaku usaha yang paling aktif mempercepat hilirisasi bauksit adalah PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM).
Direktur Utama ANTAM, Niko Kanter, menyatakan bahwa perusahaan telah membangun rantai nilai yang menyeluruh dari pertambangan bauksit hingga produksi alumina. Tahun 2024, ANTAM mencatatkan produksi bauksit sebesar 1,3 juta wet metric ton (WMT) dan penjualan sebesar 0,7 juta WMT.
Tak hanya berhenti di produksi bahan mentah, ANTAM juga aktif di sektor hilir melalui anak usaha patungan Indonesia Chemical Alumina (ICA). Yang telah menghasilkan 148 ribu ton alumina dengan penjualan mencapai 177 ribu ton.
“Kami ingin memastikan bahwa setiap bijih bauksit yang di ambil dari bumi Indonesia benar-benar memberi nilai tambah maksimal bagi bangsa,” kata Niko.
Keterlibatan ANTAM juga terlihat dalam proyek strategis nasional PT Borneo Alumina Indonesia (BAI), yang kini tengah memasuki fase transisi menuju operasi komersial.
BAI telah berhasil memproduksi alumina dalam skala uji coba dan mengirimkan pengapalan perdana sebanyak 21 ribu ton ke PT Inalum untuk pengujian kualitas.

Menuju Kemandirian Industri Aluminium Nasional
Dengan beroperasinya BAI dan kontribusi aktif dari ANTAM serta mitra lainnya. Pemerintah menargetkan terciptanya ekosistem hilirisasi aluminium yang utuh.
Rantai pasok yang di mulai dari tambang bauksit, pabrik pemurnian alumina. Hingga industri peleburan aluminium kini berada dalam satu sistem terintegrasi di dalam negeri.
“Bauksit diolah menjadi alumina, lalu di serap oleh Inalum menjadi aluminium. Ini bukan sekadar program hilirisasi, tapi peta jalan menuju kemandirian industri strategis nasional,” ujar Niko
Perkuat Ketahanan Industri

Langkah ini di harapkan tidak hanya memperkuat ketahanan industri logam nasional. Tetapi juga membuka peluang investasi baru, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan daya saing produk Indonesia di pasar global.
Pemerintah dan pelaku usaha pun sepakat untuk terus mempercepat penyelesaian proyek-proyek smelter dan mendorong efisiensi dalam rantai pasok industri mineral
Sumber : liputan6
+ There are no comments
Add yours