Kain Sasirangan Suku Banjar yang Miliki Kekuatan Magis

Estimated read time 3 min read

Kain sasirangan merupakan kain adat suku Banjar di Kalimantan Selatan. Kain yang telah di wariskan secara turun temurun ini konon memiliki kekuatan magis.

Kampung Sasirangan di bentuk pemerintah setempat sebagai destinasi wisata sekaligus sentra produksi. Saat berkunjung ke sini, wisatawan bisa berbelanja sekaligus melihat langsung proses pembuatan kain tersebut.

Kain sasirangan tampak indah dan menawan saat di kenakan sebagai pakaian sehari-hari. Bukan sekadar indah, kain ini juga di percaya memiliki kekuatan magis untuk pengobatan penyakit dan upacara adat.

Berawal dari Kain Laggundi

Mengutip dari laman Indonesia Kaya, kain ini sudah mulai dibuat pada abad ke-7 dengan nama kain langgundi. Catatan itu berdasarkan Hikayat Banjar.

Kisah di balik kain ini melibatkan Patih Lambung Mangkurat dari Kerajaan Dipa. Sesuai pesan ayahnya lewat mimpi, ia bertapa untuk mencari raja selama 40 hari 40 malam di atas rakit mengikuti arus sungai.

Begitu tiba di daerah Rantau kota Bagantung, ia mendengar suara perempuan dari segumpal buih, yakni Putri Junjung Buih. Putri tersebut hanya akan menampakkan wujudnya jika permintaannya dipenuhi.

Ia meminta sebuah istana megah yang di kerjakan 40 jejaka dan selembar kain panjang yang di kerjakan oleh 40 gadis. Dalam waktu satu hari, istana dan kain selesai di buat.

Saat itulah, Putri Junjung Buih naik ke alam manusia dengan mengenakan kain langgundi berwarna kuning. Ia kemudian menjadi raja putri Dipa. Saat ini, kain langgundi lebih di kenal sebagai kain sasirangan.

Tentang Kain Sasirangan

Penamaan kain sasirangan merujuk pada cara atau proses pembuatannya, yaitu sa yang berarti satu dan sirang yang berarti jelujur. Kain ini di buat dengan teknik tusuk jelujur yang kemudian di ikat dengan benang atau tali. Kain ini kemudian di celup ke pewarna pakaian.

Beberapa orang menyebut kain sasirangan sebagai batik Banjar. Namun pada dasarnya, proses pembuatannya berbeda dengan batik yang di buat dengan cara menorehkan malam (lilin) menggunakan canting.

Awalnya, kain sasirangan di buat dari benang kapas atau serat kulit kayu. Seiring kemajuan teknologi, kain ini kemudian di buat dari bahan lain, seperti sutera, satin, santung, balacu, kaci, polyster, serta rayon.

Perubahan proses pembuatannya juga terjadi pada proses pewarnaan. Awalnya, pewarnaan kain menggunakan bahan-bahan alami, seperti kunyit atau temulawak untuk warna kuning, buah mengkudu atau gambir maupun kesumba untuk warna merah, kabuau atau uar untuk warna hijau, biji buah gandari untuk warna ungu, serta kulit buah rambutan untuk warna cokelat. Kini, lebih banyak pengrajin yang memilih menggunakan pewarna sintetis.

Kain sasirangan memiliki banyak motif, seperti sarigading, ombak sinapur karang (ombak menerjang batu karang), hiris pudak (irisan daun pudak), bayam raja (daun bayam), kambang kacang (bunga kacang panjang), dan masih banyak lagi. Kain sasirangan di tangan-tangan para pengrajin kreatif pun melahirkan ragam motif yang tak kalah indah.

Saat ini,Ā  semakin populer setelah di gunakan sebagai seragam wajib pegawai negeri dan siswa sekolah di Kalimantan Selatan. Kain ini juga bisa ditemukan di berbagai toko oleh-oleh di Kalimantan Selatan.

 

SUMBER: Liputan6.com

Anda Mungkin Juga Menyukainya

Lebih Banyak Dari Penulis

+ There are no comments

Add yours