Jakarta – AS Gempur 3 Situs Nuklir Iran, Memperparah Eskalasi Konflik?, Serangan Amerika Serikat (AS) ke tiga fasilitas nuklir Iran pada Minggu (22/6/2025),
menandai eskalasi tajam dalam konflik segitiga antara Iran, Israel, dan AS yang selama ini terpendam di balik diplomasi tumpul dan operasi militer berskala terbatas.
Peristiwa ini mencerminkan bergesernya norma dalam menyelesaikan konflik antarnegara: dari meja perundingan kembali ke logika kekuatan senjata. Pada saat yang sama,
risiko penutupan Selat Hormuz membayangi ekonomi global yang tengah rapuh, dengan harga energi yang bisa melonjak drastis dan mengancam stabilitas fiskal negara-negara berkembang.
BACA JUGA : Penutupan Selat Hormuz Bisa Picu Inflasi Global
Melihat kompleksitas situasi ini, para pengamat mencoba membaca arah perkembangan konflik, baik dari sisi dinamika kekuatan politik regional
maupun implikasi serius terhadap stabilitas ekonomi dunia. Berikut pandangan mereka:
Saya rasa negara-negara lain baik di kawasan Timur Tengah ataupun major powers yang berada di luar kawasan cenderung mendorong de-eskalasi sesegera mungkin.
Tidak ada negara yang ingin peperangan ini berlarut-larut, selain mungkin Israel dan Iran sendiri. Seperti yang kita ketahui,
axis of resistance yang selama ini menjadi sekutu Iran di kawasan semakin lemah karena rentetan serangan yang di lakukan oleh Israel.
Sebut saja Hizbullah di Lebanon dan Hamas di Gaza yang masih terlibat peperangan dengan Israel. Mungkin tinggal Houthi di Yaman yang masih memiliki cukup kekuatan.
Dampak Ekalasi
Namun, mereka cenderung tidak mampu mengungguli kekuatan militer Israel dan AS,” demikian di sampaikan Pengajar di Departemen
Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada Irfan Ardhani kepada Liputan6.com, Senin (23/6).
“Di sisi lain, banyak negara-negara Arab yang memiliki kedekatan strategis dengan AS dan cenderung tidak sejalan dengan Iran.
Oleh karena itu, bukan tidak mungkin serangan yang dilakukan oleh AS tersebut sesuai dengan kepentingan mereka. Yang menjadi pertanyaan,
apa langkah retaliasi yang di siapkan oleh Iran terhadap AS? Apakah mereka akan benar-benar menutup Selat Hormuz? Jika hal ini terjadi maka akan makin banyak negara yang
terdampak secara langsung oleh eskalasi tersebut karena harga minyak dunia akan meningkat secara drastis maka makin banyak yang berkepentingan menyelesaikan konflik baik secara damai maupun tidak.”
Jika Iran menutup Selat Hormuz, ungkap Irfan, selalu ada kemungkinan bagi Presiden Donald Trump untuk memerintahkan serangan kembali.
“Ini adalah bentuk penyelesaian sengketa dalam ‘position of strength’ yang selalu di idam-idamkan olehnya. Sementara itu, bernegosiasi justru membuat Iran merasa di atas angin.
Jika Iran tidak menutup Selat Hormuz, mereka mungkin sedang berusaha mencari solusi di atas meja perundingan sembari menjaga martabat agar tidak semakin kehilangan muka,” terang Irfan.
Arti dari serangan AS, sebut Irfan, adalah episode berulang terhadap pelanggaran hukum internasional.
“Hukum internasional yang selama ini diharapkan membatasi tindakan negara terbukti tidak efektif,” kata Irfan, yang
meyakini bahwa Rusia dan China cenderung mendorong de-eskalasi sembari mengutuk serangan AS.
Menduga Target Serangan Balasan Iran
Penasihat Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES) Smith Alhadar menduga serangan balasan Iran akan menargetkan pangkalan-pangkalan militer AS di Timur Tengah.
“Sepanjang negara Arab tidak mengizinkan wilayahnya digunakan AS (untuk menyerang Iran), perang regional bisa dikendalikan,” sebut Smith kepada Liputan6.com
saat ditanya mengenai potensi meluasnya konflik pasca Amerika serang Iran.
Ada dua fenomena yang diyakini Smith membuat eskalasi Iran versus AS dan Israel tidak berkepanjangan.
“Di luar dugaan Israel dan AS, ternyata rudal-rudal Iran mampu menembus sistem pertahanan berlapis Israel. Hal ini merepotkan Israel.
Sementara Trump dikecam sebagian anggota Kongres karena menyerang negara lain tanpa persetujuan kongres. Melihat dua fenomena ini,
terbuka kemungkinan perang tidak berkepanjangan karena terlalu mahal bagi Israel dan AS. Iran juga pasti tidak menghendaki perang berlarut-larut yang menguras sumber dayanya.
Tapi harus dicari exit strategy yang bisa menghentikan perang dengan menyelamatkan muka semua pihak yang terlibat,” ujar Smith,
yang mengakui bahwa program nuklir Iran menjadi tantangan utama di meja perundingan.
Perang Berkepanjangan
Ditanyakan bagaimana posisi Arab Saudi, Turki, Rusia, dan China dalam eskalasi ini, Smith menilai, “Mereka akan menahan diri, bahkan akan melakukan de-eskalasi.
Tapi kalau perang berkepanjangan, langsung atau tidak langsung, semua negara di atas akan terseret ke dalamnya untuk menyelamatkan kepentingan nasional masing-masing.
Rusia dan China, khususnya, tak mau ada perubahan rezim di Iran, terutama munculnya rezim baru yang pro-Barat.”
Senada dengan Smith, Pengamat Hubungan Internasional Teuku Rezasyah meyakini bahwa serangan balasan Iran atas AS akan menargetkan pangkalan militer AS di beberapa negara di Timur Tengah.
“Terutama sekali negara yang kemarin menyukseskan penyerangan AS atas instalasi nuklir Iran,” kata Rezasyah saat dihubungi Liputan6.com.
Rezasyah menuturkan bahwa konflik berpotensi meluas karena Trump tidak memerintahkan Israel mengakhiri kekerasan yang dimulainya terhadap Iran.
“Keadaan ini cenderung memaksakan Iran mempertahankan diri dengan terus menyerang Israel… Saat ini AS dan Israel sangat tersudut.
Karena mereka terbukti menjadi penyebab dari krisis Internasional yang berpotensi menjadi Perang Dunia III,” ungkap Rezasyah.
Adapun negara kekuatan besar lainnya diperkirakan Rezasyah masih menahan diri untuk tidak terlibat.
“Mereka akan turun guna mencegah, jika perang berpotensi menggunakan senjata nuklir,” beber Rezasyah.
Dampak Ekonomi Perang: Energi, Inflasi, dan Ancaman Krisis Global
Syafruddin Karimi menegaskan bahwa jika skenario ini terjadi, dampaknya akan langsung mengguncang pasar energi global dan menjalar ke berbagai sektor strategis di banyak negara.
“Penutupan Selat Hormuz akan menjadi guncangan besar bagi pasar energi global. Sekitar 20–25 persen pasokan minyak dunia melewati selat sempit ini setiap hari.
Jika Iran benar-benar menutup jalur tersebut, harga minyak mentah global dapat melonjak ke level USD 120–130 per barel, sebagaimana diperkirakan oleh Oxford Economics.
Lonjakan ini akan memicu inflasi global dan menghantam daya beli masyarakat lintas negara. Sektor paling rentan terdampak adalah transportasi,
manufaktur energi-intensif, dan sektor logistik global yang sangat bergantung pada bahan bakar fosil,” jelas Karimi kepada Liputan6.com.
“Negara-negara berkembang akan paling merasakan dampaknya, karena mereka memiliki ruang fiskal dan moneter yang lebih sempit untuk menyerap tekanan harga energi.”
Karimi menambahkan, “Negara-negara seperti China, India, dan Uni Eropa belum cukup siap menghadapi disrupsi total dari Selat Hormuz.
Meskipun mereka telah berupaya melakukan diversifikasi energi—melalui energi terbarukan, peningkatan kapasitas cadangan strategis,
dan pembelian dari negara non-OPEC—realitasnya, sebagian besar kebutuhan minyak mereka masih bersumber dari kawasan Teluk.
Infrastruktur pipa dari Arab Saudi dan Uni Emirat Arab yang mem-bypass Hormuz memiliki kapasitas terbatas
Dampak Ekalasi
dan belum bisa menggantikan jalur laut sepenuhnya maka jika pasokan terganggu, negara-negara ini akan menghadapi kenaikan harga energi domestik, lonjakan biaya produksi,
dan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Mereka harus segera memperkuat cadangan energi nasional dan mempercepat transisi energi sebagai langkah mitigasi jangka menengah.”
Indonesia, kata Karimi, akan menghadapi tekanan berat jika Selat Hormuz terganggu.
“Harga minyak dunia yang melonjak akan berdampak langsung pada harga impor minyak mentah dan produk BBM, sehingga meningkatkan beban subsidi energi.
Pemerintah terpaksa mengalokasikan anggaran tambahan untuk menjaga stabilitas harga BBM atau membiarkan harga pasar melonjak yang akan menggerus daya beli masyarakat.
Depresiasi rupiah akibat arus keluar modal juga memperburuk situasi, memicu imported inflation dan mempersempit ruang kebijakan moneter,” ungkap Karimi.
“Bank Indonesia harus segera memperkuat intervensi di pasar valuta asing dan menstabilkan ekspektasi pelaku pasar.
Kementerian Keuangan (RI) juga perlu mengkaji ulang APBN dan menyesuaikan kebijakan fiskal untuk menampung lonjakan belanja subsidi.
Di saat yang sama, pemerintah wajib memastikan komunikasi publik berjalan efektif untuk meredam kepanikan pasar. Krisis ini bukan hanya soal harga energi, namun menyangkut ketahanan ekonomi nasional secara menyeluruh.”
Kronologi Serangan Amerika ke Iran
AS menyerang tiga fasilitas nuklir Iran dalam satu malam. Bagaimana serangan tersebut terjadi?
Berikut penjelasannya seperti dilansir The New York Times.
Tujuh pesawat pengebom siluman B-2 Spirit lepas landas dari Pangkalan Angkatan Udara Whiteman di Missouri tepat pukul 00.01 waktu Timur AS atau pukul 11.31 waktu Iran, pada Sabtu (21/6/2025).
Dalam misi yang di rancang dengan tingkat kerahasiaan tinggi, satu atau lebih dari pesawat itu diterbangkan ke arah barat melintasi Samudra Pasifik untuk mengecoh radar,
sementara tujuh pengebom lainnya menempuh jalur timur melintasi Samudra Atlantik menuju sasaran mereka di Iran.
Di sepanjang perjalanan sejauh lebih dari 11.000 kilometer, puluhan pesawat tanker di siagakan di berbagai titik untuk mendukung pengisian
bahan bakar di udara yang di lakukan berulang kali selama lebih dari 18 jam—manuver rumit yang menuntut presisi nyaris tanpa cela.
AS Melalukan Serangan
Setelah terbang selama 17 jam, pukul 17.00 waktu Timur AS atau pukul 04.30 Minggu waktu Iran, pesawat-pesawat pengebom itu
memasuki wilayah udara yang berada di bawah pengawasan Komando Pusat AS (CENTCOM), yang mengoordinasikan seluruh operasi militer AS di Timur Tengah.
Mereka bergabung dengan pesawat-pesawat tempur pengawal yang telah bersiap mengantar menuju wilayah musuh.
Pada waktu hampir bersamaan, sebuah kapal selam milik Angkatan Laut AS di Teluk Persia meluncurkan lebih dari selusin rudal jelajah Tomahawk yang
di arahkan ke fasilitas nuklir Iran di Isfahan, salah satu dari tiga target utama dalam operasi ini.
Sekitar satu jam setelah peluncuran rudal, pesawat-pesawat pengebom AS memasuki wilayah udara Iran.
Tepat pukul 18.40 hingga 19.05 waktu Timur AS atau antara pukul 02.10 hingga 02.35 waktu Iran pada Minggu, rangkaian serangan di mulai.
Lokasi nuklir Fordow dan Natanz di hantam dengan presisi tinggi oleh bom-bom yang di jatuhkan dari langit, sementara rudal-rudal Tomahawk menghantam Isfahan secara bersamaan.
Sebanyak 75 amunisi berpemandu presisi di gunakan dalam serangan terkoordinasi ini, termasuk 14 bom GBU-57 Massive Ordnance Penetrator—bom super berat yang
di rancang untuk menghancurkan target terkubur dalam tanah. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, bom ini di gunakan dalam pertempuran sesungguhnya.
Setelah misi rampung, pukul 19.30 waktu Timur AS atau pukul 03.00 waktu Iran, pesawat-pesawat pengebom AS mulai meninggalkan wilayah udara Iran dan memulai perjalanan panjang kembali ke AS.
Dua puluh menit kemudian, pukul 19.50 waktu Timur AS atau pukul 03.20 waktu Iran, Trump mengumumkan lewat media sosial bahwa pasukan
AS menyerang tiga lokasi: Fordo, Natanz, dan Isfahan serta telah keluar dari wilayah udara Iran.
Balas Dendam
Kemudian, pukul 22.00 waktu Timur AS atau 05.30 waktu Iran, Presiden Trump muncul dalam siaran langsung dari Gedung Putih. Dengan nada tegas,
dia menyatakan militer AS telah melumpuhkan ketiga fasilitas nuklir itu. Di saat yang bersamaan, Gedung Putih mulai menyebarkan foto-foto yang menunjukkan Trump,
para menteri, dan staf-staf senior sedang berada di Situation Room, ruang kendali krisis Gedung Putih, saat serangan terhadap Iran berlangsung.
Keesokan paginya, Minggu pukul 08.00 waktu Timur atau pukul 16.30 waktu Iran, Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth dan Ketua Kepala Staf Gabungan
Jenderal Dan Caine muncul di Pentagon memberikan penjelasan resmi kepada wartawan. Jenderal Caine menyatakan bahwa penilaian akhir terhadap dampak serangan masih dalam proses.
Demikian Operasi Midnight Hammer di jalankan—operasi udara dan laut yang di rancang dengan ketelitian ekstrem, di lancarkan dalam senyap, dan di sampaikan ke dunia dalam gebrakan penuh perhitungan.
Alasan Amerika Serang Iran
Berikut ini adalah pidato lengkap Trump yang di sampaikannya pasca serangan Amerika ke Iran seperti di lansir Al Jazeera:
Baru saja, militer AS melancarkan serangan presisi besar-besaran terhadap tiga fasilitas nuklir utama milik rezim Iran: Fordow, Natanz, dan Isfahan.
Nama-nama itu telah lama di kenal dunia, karena selama bertahun-tahun Iran membangun proyek penghancur yang sangat berbahaya di sana.
Tujuan kami dalam operasi ini adalah menghancurkan sepenuhnya kapasitas pengayaan nuklir Iran, serta menghentikan ancaman nuklir dari negara yang menjadi sponsor terorisme nomor satu di dunia.
Malam ini, saya sampaikan kepada dunia bahwa serangan tersebut adalah keberhasilan militer yang sangat luar biasa. Fasilitas utama pengayaan nuklir
Iran telah di hancurkan secara total dan sepenuhnya. Iran, si pengganggu kawasan Timur Tengah, sekarang harus memilih untuk menempuh jalan damai.
Jika mereka tidak melakukannya, maka serangan-serangan di masa depan akan jauh lebih besar dan jauh lebih mudah di lakukan.
Selama 40 tahun, Iran terus meneriakkan, “Matilah AS, matilah Israel”. Mereka telah membunuh warga kita, meledakkan tangan dan kaki mereka dengan bom pinggir jalan — itulah keahlian mereka.
Kebencian
Kita telah kehilangan lebih dari seribu orang karena ulah mereka. Ratusan ribu jiwa lainnya di seluruh Timur Tengah dan dunia telah tewas akibat
kebencian yang mereka sebarkan. Secara khusus, begitu banyak yang tewas akibat tindakan jenderal mereka, Qassem Soleimani.
Saya telah memutuskan sejak lama bahwa saya tidak akan membiarkan ini terus terjadi. Dan saya pastikan, ini tidak akan terus berlanjut.
Saya ingin menyampaikan rasa terima kasih dan ucapan selamat kepada Perdana Menteri Bibi Netanyahu. Kami bekerja sama sebagai satu tim — mungkin
seperti belum pernah ada tim lain yang bekerja seerat ini sebelumnya — dan kami telah melangkah sangat jauh dalam menghapus ancaman mengerikan terhadap Israel.
Saya juga ingin berterima kasih kepada militer Israel atas pekerjaan luar biasa yang telah mereka lakukan. Dan yang paling penting, saya ingin memberikan selamat kepada para patriot
AS yang luar biasa yang malam ini menerbangkan mesin-mesin tempur itu, serta kepada seluruh militer AS atas operasi yang belum pernah di saksikan dunia selama puluhan tahun terakhir.
Semoga kita tidak perlu lagi menggunakan kekuatan militer dalam kapasitas seperti ini. Saya sungguh berharap demikian. Saya juga ingin mengucapkan selamat kepada
Ketua Kepala Staf Gabungan, Jenderal Dan “Razin” Caine — seorang jenderal yang luar biasa — dan semua pemikir militer brilian yang terlibat dalam serangan ini.
Namun demikian, keadaan ini tidak bisa di biarkan terus berlanjut.
Harus ada perdamaian
Harus ada perdamaian, atau akan ada tragedi yang jauh lebih besar bagi Iran daripada apa yang telah kita saksikan selama delapan hari terakhir.
Ingat, masih banyak target yang tersisa. Target malam ini adalah yang paling sulit dan mungkin yang paling mematikan, tetapi jika perdamaian tidak segera tercapai,
kami akan menghancurkan target-target lainnya dengan presisi, kecepatan, dan keterampilan. Sebagian besar dari target tersebut dapat di hancurkan hanya dalam hitungan menit.
Tidak ada militer lain di dunia ini yang mampu melakukan apa yang telah kami lakukan malam ini. Tidak ada yang mendekati, bahkan sekalipun.
Belum pernah ada militer yang mampu melakukan apa yang baru saja terjadi beberapa saat lalu.
Besok pagi, Jenderal Caine dan Menteri Pertahanan Pete Hegseth akan menggelar konferensi pers pada pukul 08.00 pagi di Pentagon.
Dan saya ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak, terutama kepada Tuhan.
Saya ingin mengatakan: “Kami mencintai-Mu, Tuhan, dan kami mencintai militer hebat kami. Lindungilah mereka.”
Tuhan memberkati Timur Tengah. Tuhan memberkati Israel. Dan Tuhan memberkati AS.
Terima kasih banyak. Terima kasih.
+ There are no comments
Add yours