in BMKG: Puncak Musim Kemarau – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyampaikan, berdasarkan analisis klimatologi terkini, sebanyak 403 Zona Musim (ZOM) atau sekitar 57,7% wilayah Indonesia diprediksi akan memasuki musim kemarau pada periode April hingga Juni 2025.
Wilayah Nusa Tenggara di perkirakan menjadi yang paling awal mengalami musim kemarau di bandingkan wilayah lainnya.
Secara keseluruhan, musim kemarau tahun ini diprediksi datang bersamaan atau lebih lambat dari normalnya di 409 ZOM (59%). Meski demikian, akumulasi curah hujan selama musim kemarau di perkirakan berada pada kategori normal, tanpa kecenderungan lebih basah atau lebih kering.
Puncak musim kemarau di prediksi terjadi pada bulan Agustus dan akan berlangsung lebih singkat dari biasanya pada 298 ZOM (43%),” demikian pernyataan BMKG dalam Prospek Cuaca Mingguan Periode 16-22 Mei 2025, yang di kutip pada Minggu (18/5/2025).
Sementara itu, dalam beberapa pekan terakhir, masyarakat merasakan cuaca panas terik pada siang hari, namun masih di sertai hujan pada sore atau malam. Fenomena ini merupakan ciri khas masa peralihan dari musim hujan ke musim kemarau.
Kondisi atmosfer yang labil pada masa transisi ini berpotensi memicu terbentuknya awan konvektif seperti Cumulonimbus (CB), yang dapat menyebabkan cuaca ekstrem seperti hujan lebat, petir, angin kencang, bahkan hujan es.
Dalam sepekan terakhir, hujan dengan intensitas sangat lebat tercatat di beberapa wilayah, seperti pada 9 Mei 2025 di Kab. Jembrana, Bali (121,4 mm/hari), 10 Mei di Kota Tangerang Selatan, Banten (103,0 mm/hari), 11 Mei di Kab. Sleman, DIY (115,3 mm/hari), 12 Mei di Kab. Merauke, Papua Selatan (118,0 mm/hari), dan 14 Mei di Kab. Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah (105,7 mm/hari).
Keadaan dinamika atmosfer yang fluktuatif dan dapat berubah secara tiba-tiba pada periode ini, masyarakat di imbau untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi cuaca ekstrem. Kondisi seperti hujan lebat di sertai kilat/petir dan angin kencang masih mungkin terjadi.
Hujan Tak Merata Di sertai Kilat dan Angin Kencang

Pada periode terkini, sebagian besar wilayah Indonesia masih berada dalam fase peralihan musim (pancaroba). Yang secara klimatologis di tandai oleh kontras suhu udara antara pagi dan siang hari. Peningkatan intensitas radiasi matahari pada pagi hingga siang hari berkontribusi terhadap penguatan proses konvektif di lapisan atmosfer bawah. Dan sehingga meningkatkan potensi terbentuknya awan konvektif pada sore hingga malam hari.
Kondisi ini berpeluang menimbulkan hujan dengan karakteristik tidak merata, berdurasi singkat, berintensitas sedang hingga lebat, serta di sertai kejadian kilat/petir dan angin kencang di sejumlah wilayah.
Sirkulasi Siklonik diprediksi terbentuk di Samudra Hindia barat daya Sumatra, di Selat Makassar, di perairan utara Maluku Utara, di Maluku. Dan di perairan utara Papua Barat yang membentuk daerah konvergensi memanjang di Samudra Hindia barat daya Sumatra. Dari Sumatra Barat hingga perairan barat daya Lampung, dari Jawa Timur hingga perairan barat daya Banten, dari Gorontalo hingga Maluku Utara.
Dan dari Laut Banda hingga Laut Seram, dari Papua Tengah hingga Papua Barat. Dan dari Laut Arafuru sebelah barat Papua Tengah hingga Papua.
BMKG: Puncak Musim Kemarau, Selalu Perbarui Informasi Cuaca

Kombinasi antara MJO, gelombang Kelvin, gelombang Rossby Ekuator, dan gelombang Low Frequency pada wilayah. Dan periode yang sama terpantau aktif di Laut Cina Selatan, Samudra Hindia barat Aceh hingga barat Sumatera Barat.
Dan samudra Hindia barat daya Banten hingga Selatan Jawa Tengah, Aceh, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur, Laut Sawu. Hingga Samudra Pasifik utara Maluku Utara dan utara Papua. Sehingga berpotensi meningkatkan aktivitas konvektif serta pembentukan pola sirkulasi siklonik di wilayah tersebut.
Berdasarkan kondisi dinamika atmosfer dan labilitas sedang hingga kuat di sejumlah lokasi, masih mendukung potensi hujan di sebagian wilayah Indonesia.
Oleh karena itu, masyarakat di himbau untuk selalu memperbarui informasi cuaca. Dan serta selalu menjaga kesehatan dengan menjaga lingkungan, khususnya yang berada pada wilayah rentan terhadap dampak cuaca ekstrem.
Sumber: Liputan 6
+ There are no comments
Add yours