Kualitas udara Jakarta kembali menjadi sorotan utama. Pada hari ini Rabu, 11 Juni 2025, Jakarta menduduki peringkat keenam sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. Kondisi ini tentu menimbulkan kekhawatiran bagi kesehatan warga Jakarta dan sekitarnya.
Menurut pantauan situs pemantau kualitas udara, IQAir pada pukul 05.45 WIB, indeks kualitas udara (AQI) di Jakarta mencapai angka 129.
Seperti dilansir Antara, angka ini masuk kategori tidak sehat bagi kelompok sensitif, dengan partikel halus (PM) 2.5 yang sangat tinggi, yakni 48.2 µg/m³. Tingginya kadar PM2.5 ini menjadi ancaman serius bagi kesehatan pernapasan.
Buruknya kualitas udara Jakarta bukan hanya terjadi pada hari ini saja. Pada beberapa hari di bulan Juni 2025, Jakarta sempat masuk dalam lima besar kota dengan kualitas udara terburuk di dunia.
Kondisi ini diperparah dengan kadar PM2.5 yang hampir 4 kali lipat dari batas aman yang ditetapkan oleh World Health Organization (WHO), yakni 15 µg/m³. Hal ini menunjukkan bahwa polusi udara di Jakarta telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan.
Faktor Penyebab Kualitas Udara Jakarta Memburuk
Ada beberapa faktor utama yang menyebabkan kualitas udara Jakarta terus memburuk. Emisi kendaraan bermotor menjadi salah satu penyebab utama. Jakarta dikenal dengan lalu lintasnya yang padat, sehingga menghasilkan emisi karbon dan nitrogen oksida yang signifikan.
Selain itu, aktivitas industri juga turut berkontribusi terhadap polusi udara. Pabrik-pabrik di Jakarta dan sekitarnya melepaskan polutan berat ke atmosfer. Banyak pabrik yang belum memiliki sistem filtrasi dan pengendalian emisi yang optimal.
Pembakaran sampah juga menjadi masalah serius. Pembakaran sampah rumah tangga masih umum terjadi di Jakarta, melepaskan racun dan partikel berbahaya ke udara.
Masalah selanjutnya adalah minimnya ruang terbuka hijau di Jakarta. Kondisi ini turut memperparah kualitas udara, karena Jakarta kekurangan filter alami untuk menyerap polutan.
Dampak Buruk Polusi Udara Bagi Kesehatan
Polusi udara di Jakarta memiliki dampak buruk terhadap kesehatan masyarakat. Peningkatan risiko penyakit pernapasan seperti asma, bronkitis, dan kanker paru-paru menjadi ancaman nyata. Penyakit jantung juga menjadi salah satu dampak serius dari paparan polusi udara.
Kelompok rentan seperti anak-anak, ibu hamil, lansia, dan penderita penyakit kronis sangat berisiko terhadap dampak buruk polusi udara. Mereka lebih rentan mengalami gangguan kesehatan akibat paparan polutan. Oleh karena itu, perlindungan terhadap kelompok rentan ini sangat penting.
Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama untuk mengurangi dampak buruk polusi udara. Penggunaan masker saat beraktivitas di luar ruangan dapat membantu melindungi diri dari paparan polutan. Selain itu, menjaga pola hidup sehat dan menghindari aktivitas yang dapat memperburuk polusi udara juga penting.
Upaya Pemerintah Mengatasi Polusi Udara
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah polusi udara. Pembangunan Stasiun Pemantauan Kualitas Udara (SPKU) menjadi salah satu langkah penting. SPKU berfungsi untuk memantau polusi secara real-time dan memberikan informasi yang akurat kepada masyarakat.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jakarta Asep Kuswanto mengatakan, pihaknya akan meniru kota-kota besar dunia, seperti Paris dan Bangkok dalam menangani polusi udara.
“Belajar dari kota lain, Bangkok memiliki 1.000 stasiun pemantau kualitas udara (SPKU), Paris memiliki 400 SPKU,” ujar Asep.
Ia menambahkan, keterbukaan data menjadi langkah penting dalam memperbaiki kualitas udara secara sistematis. Menurutnya, penyampaian data polusi udara harus lebih terbuka agar intervensi bisa lebih efektif.
Asep menegaskan bahwa yang dibutuhkan bukan hanya intervensi sesaat, tetapi langkah-langkah berkelanjutan dan luar biasa dalam menangani pencemaran udara di Jakarta.
DLH Jakarta sendiri menargetkan penambahan 1.000 sensor kualitas udara berbiaya rendah (low-cost sensors) agar pemantauan bisa lebih luas dan akurat.
SUMBER: Liputan6.com
+ There are no comments
Add yours