Waketum Demokrat Soroti Tantangan yang Harus Disikapi

Estimated read time 3 min read

Waketum Demokrat Dede Yusuf menilai putusan MK yang memisahkan pemilu nasional dan daerah berpotensi menimbulkan kekosongan jabatan di DPRD karena tidak adanya mekanisme penunjukan penjabat sementara.

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah mulai 2029 di nilai berpotensi menimbulkan masalah baru. Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Dede Yusuf Macan Effendi, menyebut salah satu dampaknya adalah kemungkinan terjadinya kekosongan jabatan di DPRD.

Hal ini karena tidak ada mekanisme penunjukan penjabat sementara (Pj) untuk anggota DPRD, berbeda dengan kepala daerah.

Dede Yusuf menjelaskan, masalah lain perubahan itu otomatis mengharuskan adanya perombakan di banyak undang-undang. Bukan hanya UU Pemilu, tapi juga UU Pemerintahan Daerah, UU Pilkada, sampai UU Otsus Papua.

Menurut Waketum Demokrat Polemik Harus Segera Disikapi

Menurut Dede, MK melewati batas kewenangannya dengan menetapkan norma baru, bukan hanya menguji atau mencabut ketentuan undang-undang.

“MK itu mengevaluasi, mencabut atau mungkin melakukan koreksi, tapi tidak membuat norma baru,” ucap dia.

Dia menilai, polemik ini harus segera di sikapi. Salah satu solusi yang di usulkan membuat UU baru soal penjabatan sementara DPRD. “Apakah opsi-opsi lainnya bisa membuat undang-undang baru. Sehingga bukan merevisi, tetapi kita bisa mengakomodir,” ucap dia.

Dede Yusuf mewanti-wanti, kalau putusan MK di jalankan tanpa revisi aturan, maka masa jabatan DPRD bisa kosong hingga 3,5 tahun.

“Poin utamanya adalah kalau Pilkada dan DPRD, 2 tahun setelah pelantikan, maka kita bisa hitung kalau DPR RI Pemilunya adalah Februari, pelantikan Oktober, maka otomatis DPRD-nya perpanjangannya bisa 2 tahun 8 bulan. Bahkan kalau sampai 2 tahun 6 bulan, tambah 8 bulan, itu bisa 3,5 tahun. Itu sesuatu yang enggak masuk di akal,” ujar dia.

“Jadi oleh karena itu harus ada pemikiran apakah ada yang namanya peraturan untuk penjabatan DPRD sementara, itu harus bikin undang-undang baru atau mungkin tadi dibuat sebuah undang-undang baru yang bukan merevisi undang-undangnya. Beberapa opsi banyak, kami mesti menunggu arahan pimpinan, baik pimpinan DPR dan pimpinan partai,” dia menambahkan.

Belum Ada Rapat Resmi

Terkait hal itu, Dede mengaku belum ada rapat secara resmi antar sekjen partai, karena kata dia, masih nunggu Presiden Prabowo usai melakukan kunjungan dari luar negeri.

“Kayaknya belum. Mungkin kalau dugaan kami, Presiden juga harus tahu soal ini dan kita menunggu dulu Presiden pulang, mungkin minggu depan ya,” ucap dia.

Dia menilai, Presiden perlu turun tangan karena keputusan MK ini bisa berdampak pada biaya Pemilu.

“Kalau partai-partai sudah bisa berhitung kan pembiayaannya 2 kali. Ada pembiayaan Pemilu nasional, ada pembiayaan Pemilu daerah. Nah ini semua harus kita hitung baik-baik. Tentu apapun keputusan MK itu adalah final and binding. Tapi kita serahkan dulu keputusan dari pimpinan-pimpinan kita,” ucap dia.

Kendati, Dede Yusuf menyambut baik ide pemisahan itu. Namun, kembali lagi kata dia harus di kaji dan di pikirkan secara matang.

“Kalau saya pikir sih pemisahan itu boleh, karena biar fokus ya antara isu nasional dan istimewa. Tapi jarak 2 tahun terlalu lama. Itu aja sih, isunya sebenarnya hanya itu saja. Kita kemarin jarak 8 bulan. Kalau kita mau berbicara 8 bulan sampai 1 tahun itu masih sesuatu yang masih bisa dianggap wajar. Tapi kalau sudah 2 tahun tentu banyak undang-undang lain yang harus di rupakan,” ucap dia.

 

SUMBER: Liputan6.com

Anda Mungkin Juga Menyukainya

Lebih Banyak Dari Penulis

+ There are no comments

Add yours